
Teman-teman satu kost saya biasanya sudah sunyi waktu saya bangun untuk sarapan dan mandi, tapi kebiasaan saya adalah sarapan sambil nonton TV, baru mandi. Ibu kost saya termasuk yang baik, tidak jarang ia sengaja menyiapkan secangkir kopi atau kue untuk saya sarapan, atau semangkuk mie rebus hangat. Saya disayangnya, karena bila pagi hari rumah kost itu kosong dan sayalah yang menemaninya mengurus segala sesuatu, menyapu, masak, atau apa saja. Walau saya suka tidur ngelantur, tapi saya termasuk anak yang rajin kerja di rumah.
Ibu kost saya ini masih muda, tetapi sudah janda, saya biasa memanggilnya Tante. Ia hanya punya satu orang anak yang sudah bekerja di Sumatera. Praktis, ia hanya seorang diri di rumah. Namun kecantikannya tetap ia pelihara, sehingga di usianya yang mendekati kepala lima ia masih tetap cantik dan kencang.

Saya nonton dengan mata setengah membuka, sambil berbaring saya elus-elus penis saya yang makin tegak. Gerakan tangan saya sudah menjadi cepat, ah… saya nggak tahan lagi, lalu saya kocok terus dan terus. Saya gigit selimut untuk menahan jeritan nikmat yang benar-benar menyelimuti pagi yang indah itu. Sesaat kemudian nafas saya mendengus sambil menyemprotkan mani ke dada saya.
“Ah… hmmm… ah…” saya merasa tubuh saya ringan, lalu saya merasa ngantuk dan terlelap.
Tiba-tiba saya merasa paha saya dielus orang. Saya tersentak kaget. Ah, ternyata tante sudah ada di dalam kamar saya. Ia menggunakan gaun putih yang tipis dan longgar. Saya hirup bau segar parfumnya yang menawan. Saya buru-buru bangkit menarik CD yang saya pelorotkan tadi, air mani saya meleleh ke sprei tidak saya pedulikan. Tante kemudian menatap mata saya, tampak bergelora api nafsu yang menggelegak di balik pandangannya itu. Tangannya meraih tangan saya,

Saya salah tingkah. Matanya melirik VCD saya yang ternyata masih memainkan film “laga” itu. Adegan demi adegan diawasinya, sambil tangannya meremas bahu saya. Dielusnya tangan saya sambil menarik saya duduk di kasur. Saya rasakan getaran halus lewat jari-jarinya, menahan gelora nafsunya yang membahana. Saya mulai aktif dan terbakar suasana. Saya peluk ia dari belakang, lalu saya hembuskan nafas saya ke tengkuknya. Ia menggeliat dan menjadi lebih beringas.
Tubuhnya berbalik, dibalasnya hembusan nafas saya dengan ciuman lembut. Kedua tangannya dengan liar menelusuri pinggul, perut, lalu puting susu di dada saya.
“Fan, beri Tante… Tante mau…” katanya penuh harap.
Ia kemudian menarik CD saya sampai tuntas, lalu dengan lembut mengelus rambut kemaluan saya, penis saya yang masih terkulai lemas diremasnya dengan lembut pula. Saya menggelinjang kegelian, tapi tangan tante lebih dahulu menekan tangan saya, seakan isyarat agar saya menurut.

Saya buka gaunnya yang longgar, kemudian BH dan CD-nya. Tante dan saya sudah sama-sama bugil. Saya mengambil posisi di atas untuk memulainya. Dengan perlahan saya peluk badannya, lalu saya belai rambutnya yang mulai beruban itu. Saya cium leher dan kupingnya, ia menggelinjang kegelian. Nampak bulu lengannya merebak menahan rasa itu, tapi mulutnya hanya mengerang.
Lalu, bagian leher bawahnya saya jilat lembut, sambil sesekali jenggot saya yang habis dicukur kemarin saya gesek-gesekkan. Badan tante kemudian menggeliat lebih liar, sambil mendesahkan kata-kata yang tidak jelas. Aksi saya kulanjutkan dengan memainkan puting susunya yang menegang, sambil saya jilat dan hisap perlahan.

Saya tidak peduli. Saya telusuri terus semua titik nyerinya. Sampai kemudian wajah saya berada di selangkangannya yang mulai berpeluh. Saya belai pubisnya dengan lidah saya. Saya buka labia minora-nya dengan lembut, kemudian tangan saya membelai perlahan labia minora-nya yang sudah mulai basah itu berkali-kali.
Kakinya kemudian menekuk dan mengangkat pinggulnya. Dimainkannya pinggulnya dengan goyangan yang berirama. Lidah saya kemudian beraksi, menjilat bagian labia minora-nya, lalu naik hingga klitorisnya. Saya lihat klitoris itu sudah menonjol kemerahan. Lalu, saya mengangkat pinggulnya, dan saya masukkan penis saya perlahan, sambil saya goyang maju-mundur. Tante mengerang dengan tangan memegang erat pinggir kasur.
“Ayo, Fan, terus…!” katanya menyuruh saya menggoyang badan terus.
Saya menengkurapinya, lalu dengan sigap saya sentakkan pinggul saya sehingga penis saya menghujam dalam ke vaginanya.
“Aduh, aduh… Fan, nikmat sekali,” katanya sambil memeluk saya.
Leher dan puting susunya terus saya cium dan saya jilat.
“Teruskan Fan! ayo sayang, aku sudah hampir sampai nih,” katanya.

Saya tarik perlahan penis saya yang masih menegang. Saya lihat penis saya berkilat-kilat karena lumasan vagina tante. Saya buka selangkangan tante, ia mengerang dan menggelinjangkan pantatnya ketika vaginanya saya raba lagi. Saya rangsang tante agar saya dapat mencapai orgasme. Lidah saya beraksi, saya gapai labia minora-nya lalu saya jilat habis bagian itu, bahkan mani saya yang meleleh di situ saya jilat sampai habis. Lalu, klitorisnya yang memerah itu saya sedot perlahan.
“Ah, emm… mmm,” ia memekik lirih.
Badannya yang mulai menggelinjang itu kemudian saya telungkupkan. Saya naiki pantatnya, lalu saya tekankan penis saya ke vaginanya. Kemudian terasa suatu sensasi di penis saya, karena tante menutup rapat kakinya. Tangan saya kemudian memeluknya dari belakang, lalu saya menciumi tengkuknya yang wangi. Tangan saya terus memainkan putingnya yang mengeras itu sambil saya goyang pinggul saya, perlahan mula-mula, dan kemudian kemudian makin cepat.
“Irfan, terus Fan, Tante hampir dapat lagi nih,” katanya berbisik.

“Tante, Irfan mau keluar nih,” kata saya berbisik.
Ia hanya mengangguk. Kemudian dengan sekali hentakan lagi, saya merasakan suatu sensasi baru, kenikmatan yang sangat panjang, “Crot… croot… crooot…” terasa sperma saya menyemprot deras ke dalam vagina tante, sambil tangan saya memeluknya dengan erat. Saya hanya dapat mengerang penuh nikmat surgawi. Saya lemas di atas badan tante, lalu terlelap beberapa saat lagi.
Beberapa saat ia menggeliat. Ia bangkit dan mengenakan kembali pakaiannya. Saya rasakan tante memeluk dan mencium saya mesra sekali. Disekanya keringat saya yang meleleh, lalu diselimutinya badan saya yang masih telanjang. Pergulatan itu memporak-porandakan kasur saya, tapi saya kini merasa tidak sendiri dalam menikmati dunia ini. Tante Linda, di pagi hari siap selalu mengantarkan sarapan saya, dan jika suatu saat ia memerlukan kehangatan dari saya, saya Irfan, boy friend-nya, selalu ada di sampingnya.