
Di sekolah saya punya teman akrab namanya Angel. Dia juga lumayan cantik, walau lebih pendek dari saya, tapi dia sering banget gonta-ganti pacar. Angel memang sangat menarik, apalagi ia sering menggunakan seragam atau pakaian yang minim… peduli amat kata guru, pesona jalan terus!
Saat darmawisata sekolah ke Cibubur, saya dan dia sekamar, bersama dengan empat orang lain. Satu kamar memang dihuni enam orang, tapi sebenarnya kamarnya kecil bangeeet. Saya dan Angel sampai berantem sama guru yang mengurusi pembagian kamar, dan alhasil, kami pun bisa memperoleh villa lain yang agak lebih jauh dari villa induk. Disana, kami berenam tinggal dengan satu kelompok cewek lainnya, dan di belakang villa Kami adalah villa cowok yang hanya terpisah pagar tanaman.
“Va, lo udah beres-beres belum?” tanya Angel saat dilihatnya saya masih asyik tidur-tiduran sambil menikmati dinginnya udara Cibubur, lain dengan Jakarta.
“Belum, ini baru mau” Jawab saya sekenanya, karena masih malas bergerak.
“Nanti aja deh, kita jalan-jalan, yuk” ajak Angel santai.
“Boleh juga…” gumam saya sambil bangun dan menemaninya jalan-jalan.

“Mau kemana, Za?” sapa Angel.
“Eh, Angel.. Gue ama yang lain mau pindahan nih ke villa cowok yang satunya, villa induk udah penuh sih.” Candra yang menjawab.
“Kalian mau bantu, nggak? Gila, gue udah nggak kuat bawa semuanya, nih.” Pintanya memelas.
“Oke, tapi yang enteng ajaaa…” jawab saya sambil mengambil alih beberapa barang ringan, Angel ikut meringankan beban Vino dan Reza.

“Masuk aja kali” Ajaknya cuek.
“Ngg… nggak usah, Za.” Tolak saya, Angel diam aja.
“Angel! Sini dong!” terdengar teriakan dari dalam. Saya mengenalinya sebagai suara Dio.
“Gue boleh masuk ya?” tanya Angel sambil melangkah masuk sedikit.
“Boleh doooong!!” terdengar suara kompak anak cowok dari dalam.
Angel langsung masuk, saya tak punya pilihan lain selain mengikutinya. Di dalam, anak-anak cowok, sekitar delapan orang, kalo Candra yang diluar nggak dihitung, lagi asyik nongkrong sambil main gitar. Begitu melihat kami, mereka langsung berteriak girang.
“Eh, ada cewek!! Serbuuuuu!!” Serentak, delapan orang itu maju seolah mau mengejar kami, saya dan Angel langsung mundur sambil tertawa-tawa.

“Angel… nggak takut digrepe-grepe lu di atas sana?” tanya Vino bercanda.
“Siapa berani, ha?” tantang Angel bercanda juga.
Tapi Ricky malah menanggapi serius, tangannya naik menyentuh bahu Angel. Cewek itu langsung memekik menghindar, sementara cowok-cowok lain malah ribut menyoraki. Saya makin gugup.
“Angel, bener ya kata gosip lo udah nggak virgin?” kata Rudi.
“Kata siapa, ah…” balas Angel pura-pura marah.
Tapi gayanya yang kenes malah dianggap sebagai anggukan iya oleh para cowok.
“Boleh dong, gue juga nyicip?” tanya Dio.

“Gue masih virgin, Riva juga… kata siapa itu tadi?” omel Angel sambil bergerak untuk turun dari kasur, tapi ditahan Rudi.
“Gitu aja marah, udah, kita ngobrol lagi, jangan tersinggung.” Bujuknya sambil mengelus-elus rambut Angel.
Saya tahu Angel dulu pernah suka sama Rudi, jadi dia membiarkan Rudi mengelus rambut dan pundaknya, bahkan tidak marah saat dirangkul pinggangnya.
“Va, lo mau dirangkul juga sama gue?” bisik Agung di telinga saya.
Rupanya ia menyadari kalau saya memperhatikan tangan Rudi yang mengalungi pinggang Angel. Tanpa menunggu jawaban, Agung memeluk pinggang saya, saya kaget, namun sebelum protes, tangan Dio sudah menempel di paha saya yang terbungkus celana selutut, sementara pelukan Agung membuat saya mau tak mau berbaring di dadanya yang bidang. Teriakan protes dan penolakan saya tenggelam di tengah-tengah sorakan yang lain. Candra bahkan sampai masuk ke kamar karena mendengar ribut-ribut tadi.
“Gue juga mau, dong!” teriak Candra.
Reza dan Ricky menghampiri Angel yang juga lagi dipeluk Rudi, sementara Vino, Rio, dan Candra menghampiri saya. Berbeda dengan saya yang menjerit ketakutan, Angel malah kelihatan keenakan dipeluk-peluki dari berbagai arah oleh cowok-cowok yang mulai kegirangan itu.
“Jangan!” teriak saya saat Candra mencium pipi, dan mulai merambah bibir saya.

Lama-kelamaan, rasa geli yang nikmat membungkus tubuh saya. Percuma saya menjerit-jerit, akhirnya saya pasrah. Melihatnya, Agung langsung melucuti kaos saya, dan mencupang punggung saya. Dio dan Candra bahkan sudah membuka seluruh pakaian mereka kecuali celana dalam. Saya kagum juga melihat dada Dio yang bidang dan harumnya khas cowok.

“Ssshh…. aaakhh…” saya mendesis saat Vino dan Rio melumat payudara saya dengan liar.
“Mmmhh… toket lo montok banget Va” gumam Rio.
Saya tersenyum bangga, namun tidak lama. Karena saya langsung menjerit kecil saat saya rasakan sapuan lidah di bibir vagina saya.
“Cihuy… Riva emang masih perawan…” Agung yang entah sejak kapan sudah berada di daerah rahasia saya menyeringai.
“Akkkhh… jangan Gung…” desah saya saat saya merasakan kenikmatan yang tiada tara.
“Gue udah kebelet niih… gue perawanin ya Va…”

“Sakiiit…” erang saya.
Agung menyodok lagi, kali ini penisnya sudah sepenuhnya masuk. Saya mulai terbiasa, dan ia pun langsung menggenjot dan menyodok-nyodok. Saya mengerang nikmat.
“Ssshh… terusss… yaaa, akh! Akh! Nikmat, Gung! Teruuss… sayang, puasin gue… Akkkhh…”
Sementara pantat Agung masih bergoyang, cowok-cowok lain yang sudah telanjang bulat juga mulai berebutan menyodorkan penis mereka yang sudah tegang ke bibir saya.
“Gue dulu ya Va… nih, lu karaoke,” ujar Candra sambil menyodokkan penisnya ke dalam mulut saya.

Beberapa saat kemudian, saya lihat Doni orgasme, dan kemudian Candra yang keenakan barangnya saya oral juga orgasme dalam mulut saya, saya kewalahan dan hampir saja memuntahkan cairannya. Mendadak, saya rasakan vagina saya banjir, ternyata Agung sudah orgasme dan menembakkan sper-manya di dalam vagina saya, cowok itu terbaring lemas di samping saya, untuk beberapa menit, saya kira ia tidur, tapi kemudian ia bangun dan menciumi pusar saya dengan penuh nafsu.

“Akkkhh… ssshh… terus, teruuusss sayaaang… akh, nikmat, aaahhh…” erang saya keenakan.
Toket saya yang bergoyang-goyang langsung ditangkap oleh mulut dan tangan Candra. Ia memainkan puting susu saya dan mencubit-cubitnya dengan gemas, saya semakin kelojotan keenakan, dan meracau tidak jelas.
“Akkkhh… teruuuss… entot gue, entooott gue teruuss! Gue milik luu… aakhh…!!”
“Iya sayyyaangg… gue entot lu sampe puasss…” sahut Rio sambil mencengkeram pantat saya dan mempercepat goyangan penisnya.

“Aaakkhh… gue mau…” belum selesai ucapan saya, saya langsung orgasme.
Rio menyusul beberapa saat kemudian, dan vagina saya benar-benar banjir. Tubuh Rio langsung jatuh dengan posisi penisnya masih dalam jepitan vagina saya, ia memeluk pinggang saya dan menciumi pusar saya dengan lemas. Sementara saya masih saja digerayangi oleh Agung yang tak peduli dengan keadaan saya dan meminta untuk dioral, dan Candra yang menggosok-gosokkan penisnya di toket saya dengan nikmat.

Selama tiga hari kami disana, kami selalu melakukannya setiap ada kesempatan. Sudah tak terhitung lagi berapa kali penis mereka mencumbu vagina saya, namun saya menikmati itu semua. Bahkan, bila tak ada yang melihat, saya dan Angel masih sering bermesraan dengan salah satu dari mereka. Seperti saat saya berpapasan dengan Agung di tempat sepi, saya duduk di pangkuannya sementara tangannya menggerayangi dada saya, dan bibirnya berciuman dengan bibir saya, dan penisnya menusuk-nusuk saya dari bawah. Sungguh pengalaman yang mendebarkan dan penuh nikmat, tubuh saya ini telah digauli dan dimiliki beramai-ramai, namun saya malah ketagihan.