
Awal bulan lalu saya tidak berkerja lagi karena mengundurkan diri. Hari-hari saya habiskan di rumah bersama anak saya, maklumlah ketika saya bekerja jarang sekali saya dekat dengan anak saya tersebut. Hari demi hari saya lalui tanpa ada ketakutan untuk stok kebutuhan bakal habis, saya cuek saja bahkan saya semakin terbuai dengan kemalasan saya.

"Kemana mamanya, Ta?" tanya saya.
"Lagi ke pasar Bang" jawabnya.
"Emang gak diberi tau, ya?" timpalnya lagi.
Saya melihat Vita pagi itu agak salah tingkah, sebentar dia meihat kearah bawah selimut dan kemudian salah memakaikan celana anak saya.
"Kenapa kamu?" tanya saya heran.
"Anu bang..." sambil melihat kembali ke bawah.
"Oh... maaf ya, Ta?" terkejut saya, rupanya selimut yang saya pakai tidur sudah melorot setengah paha saya tanpa saya sadari, saya lagi bugil.

"Abis tempur ya Bang? Mau dong..." katanya tanpa ragu
"Haaa..." kontan saya terkejut mendengar pernyataan itu, malah kini saya jadi salah tingkah dan berkeringat dingin dan bergegas ke toilet kamar saya.
Dua hari setelah mengingat pernyataan Vita kemarin pagi, saya tidak habis pikir kenapa dia bisa berkata seperti itu. Setahu saya tuh anak paling sopan tidak banyak bicara dan jarang bergaul. Ah... masa bodoh lah, kalau ada kesempatan seperti itu lagi saya tidak akan menyia-nyiakannya. Gimana gak saya sia-siakan, Tuh anak punya badan yang sangat seksi, Kulit sawo matang, rambut lurus panjang. Bukannya sok bangga, dia persis kayak bintang film dan artis sinetron Luna Maya.

Selagi saya menyalurkan hajat tiba-tiba pintu kamar mandi ada yang menggedor.
"Siapa?" tanya saya.
"Duhhhh... kan cuma kita berdua di rumah ini, bang" jawabnya.
"Oh iya, ada apa, Ta...?" tanya saya lagi.
"Bang, lampu di kamar aku mati tuh"
"Cepatan dong!!"
"Oo... iya, bentar ya" balas saya sambil mengancingkan celana dan bergegas ke kamar Vita.

"Ta, kamu pegangin nih kursi ya?" perintah saya.
"OK, bang" balasnya.
"Kok kamu belum pake baju?" tanya saya heran.
"Abisnya agak gelap bang"
"ooo...!?"
Saya berusaha meraih lampu di atas saya. Tiba-tiba saja entah bagaimana kursi plastik yang saya injak oleng ke arah Vita. Dan... braaak saya jatuh ke ranjang, saya menghimpit Vita.
"Ou...ou..."
Apa yang terjadi. Handuk yang menutupi bagian atas tubuhnya terbuka.
"Maaf Ta"
"Gak apa-apa bang"

"Kok kamu diam?"
"Ehmm... malu Bang"
Saya tahu dia belum pernah melakukan hal ini. Lalu saya melumat bibirnya yang tipis berbelah itu. Lama-kelamaan ia membalas juga, hingga bibir kami saling berpagutan. Saya lancarkan serangan demi serangan, dengan bimbingan saya Vita mulai terlihat bisa meladeni gempuran saya. Gunung kembar miliknya kini menjadi jajalan saya, saya jilati, saya hisap malah saya pelintir sedikit.
"Ouhh... sakit, Bang. Tapi enak kok"
"Ta... tubuh kamu bagus sekali, sayang... ouhmmm" Sembari saya melanjutkan kebagian perut, pusar dan kini hampir dekat daerah kemaluannya.

"Adauuu.... sakiiit" tentu saja ia melonjak kesakitan.
"Oh, maaf Ta"
"Jangan seperti itu dong" merintih ia.
"Ayo lanjutin lagi" pintanya.
"Tapi, giliran aku sekarang yang nyerang" aturnya kemudian.

"Ohhh... Ta, enak banget sayang, ah..."
kalau yang ini entah ia pelajari dari mana, masa bodo ahh...!!
"Duh, gede amat barangmu, Bang"
"Ohhh...."
"Bang, Vita udah gak tahan, nih... masukin kontolmu, ya Bang"
"Terserah kamu sayang, abang juga gak tahan"

"Ouuu... ahhhhh...." blessss... seluruh kemaluan saya amblas di dalam goa kenikmatan milik Vita.
"Aduuuh, Baaaang... akhhhhh…" Vita mulai memompa dengan menopang dada saya.
Tidak hanya memompa kini ia mulai dengan gerakan maju mundur sambil meremas-remas payudaranya. Hal tersebut menjadi perhatian saya, saya tidak mau dia menikmatinya sendiri. Sambil bergoyang saya mengambil posisi duduk, muka saya sudah menghadap payudaranya. Vita semakin histeris setelah saya jilati kembali gunung indahnya.
"Akhhhh... aku udah gak tahan bang. Mau keluar nih. Ahhh... ahhh... ouhhh…"
"Jangan dulu Ta, tahan bentar ya"

"Ampuuuun... ahhhh... ahhhh... terus, Bang"
"Baaang... goyangnya cepetin lagi, ahhhh... dah mau keluar nih"
Vita tidak hanya merintih tapi kini sudah menarik rambut dan meremas tubuh saya.
"Oughhhhh... abang juga mau keluar, Ta" saya goyang semangkin cepat, cepat dan sangat cepat hingga jerit saya dan jerit Vita membana di ruang kamar.

"Akkhhhhhh... ouughhhhh... ouhhhhhh…"
"Enak, Baaaangg..."
"Iya sayang... ehmmmmmm" saya tumpahkan sperma saya seluruhnya ke dalam vagina Vita dan setelah itu saya sodorkan kontol ke mulutnya, saya minta ia agar membersihkannya.
"mmmmmuuaaachhhhh..." dikecupnya kontol saya setelah dibersihkannya dan itu pertanda permainan ini berakhir, kami pun tertidur lemas.
Kesempatan demi kesempatan kami lakukan, baik dirumah, kamar mandi, di hotel bahkan ketika sambil menggendong anak saya, ketika itu di ruang tamu. Dimanapun Vita siap dan dimanapun saya siap.