
Tia adalah seorang perawat di rumah sakit dimana aku dirawat. Selama aku dirawat di rumah sakit, Tia selalu melayaniku dan merawatku dengan baik. Orang tuaku terlalu sibuk dengan usaha pertokoan keluarga kami, sehingga selama di rumah sakit, aku lebih banyak menghabiskan waktu seorang diri, atau kadang ditemani teman-temanku kalau pas kebetulan mereka datang membesukku saja.
Yang kuingat, hari itu aku sudah mulai merasa agak baikkan. Aku mulai dapat duduk dari tempat tidur dan berdiri dari tempat tidur sendiri. Padahal sebelumnya, jangankan untuk berdiri, untuk membalikkan tubuh pada saat tidurpun rasanya sangat berat dan lemah sekali. Siang itu udara terasa agak panas, dan pengap, sekalipun ruang kamarku ber-AC, dan cukup luas untukku seorang diri. Namun, aku benar-benar merasa pengap dan sekujur tubuhku rasanya lengket. Yah, aku memang sudah beberapa hari tidak mandi. Maklum, dokter belum mengijinkanku untuk mandi sampai demamku benar-benar turun.

"Ada apa Dik?" tanyanya ramah sambil tersenyum, manis sekali.
Tubuhnya yang sintal dan agak membungkuk sambil memeriksa suhu tubuhku membuatku dapat melihat bentuk payudaranya yang terlihat montok dan menggiurkan.
"Eh, ini Mbak. Badanku rasanya lengket semua, mungkin karena cuaca hari ini panas banget dan udah lama gak mandi. Jadi aku mau tanya, apakah aku sudah boleh mandi hari ini mbak?", tanyaku sambil menjelaskan panjang lebar.
Janda Nakal - Aku memang senang berbincang dengan perawat cantik yang satu ini. Dia masih muda, paling tidak cuma lebih tua 4-5 tahun dari usiaku saat itu. Wajahnya yang khas itupun terlihat sangat cantik.
"Oh gitu. Tapi aku gak berani kasih jawabannya sekarang Dik. Mbak musti tanya dulu sama Pak dokter apa udah boleh dimandiin atau belum", jelasnya ramah.

"Ihh, kamu nakal deh mikirnya. Kok pake ngaceng segala sih, pasti mikir yang ngga-ngga ya. hi hi hi".
Mbak Tia ternyata melihat reaksi yang terjadi pada penisku yang memang harus kuakui sempat mengeras sekali tadi. Aku cuma tersenyum menahan malu dan menutup bagian bawah tubuhku dengan selimut.
"Ngga kok Mbak, cuma spontanitas aja. Ngga mikir macem-macem kok", elakku sambil melihat senyumannya yang semakin manis itu.
"Hmm, kalau memang kamu merasa gerah karena badan terasa lengket Mbak bisa mandiin kamu, kan itu sudah kewajiban Mbak kerja disini. Tapi Mbak bener-bener ngga berani kalau Pak dokter belum mengijinkannya", lanjut Mbak Tia lagi seolah memancing gairahku.
"Ngga apa-apa kok mbak, aku tahu mbak ngga boleh sembarangan ambil keputusan" jawabku serius.
Aku tidak mau terlihat "nakal" dihadapan perawat cantik ini. Lagi pula aku belum pengalaman dalam soal memikat Rifita. Mbak Tia masih tersenyum seolah menyimpan hasrat tertentu, kemudian dia mengambil bedak yang ada diatas meja disamping tempat tidurku.
"Dik, mbak bedakin aja yah biar nggak gerah dan terasa lengket", lanjutnya sambil membuka tutup bedak itu dan melumuri telapak tangannya dengan bedak.

Tangannya mulai terasa melumuri punggungku dengan bedak, terasa sejuk dan halus sekali. Pikiranku tidak bisa terkontrol, sejak dirumah sakit, memang sudah lama aku tidak membayangkan hal-hal tentang seks, ataupun melakukan onani sebagaimana biasanya aku lakukan dirumah dalam keadaan sehat. Kontolku benar-benar berdiri dan mengeras tertimpa oleh tubuhku sendiri yang dalam keadaan tenglungkup. Rasanya ingin kugesek-gesekkan kontolku di permukaan ranjang, namun tidak mungkin kulakukan karena ada Mbak Tia saat ini.

"Iya Mbak..", jawabku sambil berusaha menenangkan diri, akupun membalikkan tubuhku.
Kini kupandangi wajahnya yang berada begitu dekat denganku, rasanya dapat kurasakan hembusan nafasnya dibalik hidung mancungnya itu. Kucoba menekan perasaan dan pikiran kotorku dengan memejamkan mata. Sekarang tangannya mulai membedaki dadaku, jantungku kutahan sekuat mungkin agar tidak berdegup terlalu kencang. Aku benar-benar terangsang sekali, apalagi saat beberapa kali telapak tangannya menyentuh putingku.
"Ahh, geli dan enak banget", pikirku.
"Wah, kok jadi keras ya? hehehe", aku kaget mendengar ucapannya ini.
"Ini loh, putingnya jadi keras.. kamu terangsang ya?"

"Ahh, geli Mbak. Jangan digituin", kataku menahan malu.
"Kenapa? Ternyata cowok bisa terangsang juga yah kalau putingnya dimainkan gini", lanjutnya sambil melepas jari-jari nakalnya.
Aku benar-benar kehabisan kata-kata, dilema kurasakan. Disatu sisi aku ingin terus di"kerjain" oleh Mbak Tia, tapi di satu sisi aku merasa malu dan takut ketahuan orang lain yang mungkin saja tiba-tiba masuk.
"Dik Arif sudah punya pacar?", tanya Mbak Tia kepadaku.
"Belum Mbak", jawabku berdebar, karena membayangkan ke arah mana dia akan berbicara.

"Belum mbak" jawabku lagi.
"hi.. hi.. hi.. masa ngga pernah main sama cewek sih", lanjutnya centil.
Aduh pikirku, betapa bodohnya aku bisa sampai terjebak olehnya. Memangnya "main" apaan yang aku pikirkan barusan. Pasti dia berpikir aku benar-benar "nakal" pikirku saat itu.
"Pantes deh, dik Arif dari tadi Mbak perhatiin ngaceng terus, Dik Arif mau main-main sama Mbak ya?
Wow, nafsuku langsung bergolak. Aku cuma terbengong-bengong. Belum sempat aku menjawab, Mbak Tia sudah memulai aksinya. Dicumbuinya dadaku, diendus dan ditiup-tiupnya putingku. Terasa sejuk dan geli sekali, kemudian dijilatnya putingku, dan dihisap sambil memainkan putingku didalam mulutnya dengan lidah dan gigi-gigi kecilnya.
"Ahh, geli Mbak" rintihku keenakan.
Kemudian dia menciumi leherku, telingaku, dan akhirnya mulutku. Awalnya aku cuma diam saja tidak bisa apa-apa, setelah beberapa saat aku mulai berani membalas ciumannya. Saat lidahnya memaksa masuk dan menggelitik langit-langit mulutku, terasa sangat geli dan enak, kubalas dengan memelintir lidahnya dengan lidahku.
Kuhisap lidahnya dalam-dalam dan mengulum lidahnya yang basah itu. Sesekali aku mendorong lidahku kedalam mulutnya dan terhisap oleh mulutnya yang merah tipis itu. Tanganku mulai berani, mulai kuraba pinggulnya yang montok itu. Namun, saat aku mencoba menyingkap rok seragam perawatnya itu, dia melepaskan diri.
"Jangan di sini Dik, ntar kalau ada yang tiba-tiba masuk bisa gawat", katanya.

Kemudian dia sendiri pun melepas topi perawatnya, digantungnya di balik pintu, dan melepas beberapa kancing seragamnya sehingga aku sekarang dapat melihat bentuk sempurna payudaranya yang kuning langsat dibalik Bra-nya yang berwarna hitam. Kami pun melanjutkan cumbuan kami, kali ini lebih panas dan bernafsu. Aku belum pernah berciuman dengan Rifita, namun Mbak Tia benar-benar pintar membimbingku.
Sebentar saja sudah banyak jurus yang kepelajari darinya dalam berciuman. Kulumat bibirnya dengan bernafsu. Kontolku yang berdiri tegak kudekatkan ke pahanya dan kugesek-gesekkan. Ahh enak sekali. Tanganku pun makin nekat meremas dan membuka Bra-nya. Kini dia sudah bertelanjang dada dihadapanku, kuciumi puting susunya, kuhisap dan memainkannya dengan lidah dan sesekali menggigitnya.

Kini tangannya mulai meraih kontolku, digenggamnya. Tersentak aku dibuatnya. Genggamannya begitu erat, namun terasa hangat dan nikmat. Aku pun melepas kulumanku di putingnya, kini aku duduk diatas closet sambil membiarkan Mbak Tia memainkan kontolku dengan tangannya. Dia jongkok mengahadap selangkanganku, dikocoknya kontolku pelan-pelan dengan kedua tangannya.
"Ahh, enak banget Mbak.. asik.. ahh.. ahh..", desahku menahan agar tidak menyemburkan maniku cepat-cepat.
Kuremas payudaranya saat dia terus mengocok kontolku, sekarang kulihat dia mulai menyelipkan tangan kirinya diselangkannya sendiri, digosok-gosoknya tangannya ke arah memeknya sendiri. Melihat aksinya itu aku benar-benar terangsang sekali. Kujulurkan kakiku dan ikut memainkan memeknya dengan jempol kakiku. Ternyata dia tidak mengelak, dia malah melepas celana dalamnya dan berjongkok tepat diatas posisi kakiku.